UN, UNAS (atau apalah namanya) sepertinya cukup menjadi momok atau sesuatu yang menakutkan bagi para siswa atau pelajar, terutama kelas akhir. Ketakutan yang paling dirasa, katanya, adalah takut tidak lulus. Takut tidak bisa melanjutkan dan harus mengulang.
Mungkin juga masih banyak ‘ketakutan’ lainnya. Saya sendiri nggak tahu secara pasti, karena seingat saya dulu waktu masa saya sekolah, UN, UNAS, EBTANAS, dll saya anggap biasa-biasa aja.
Paling tidak itu yang saya rasakan. Yang jelas kami dulu emang belajar lebih rajin, bahkan dulu kami ‘dikarantina’ (hehehe..nggak seseram itulah tentunya) selama kira-kira sebulan sebelum menghadapi EBTANAS/UN itu.
Tapi semua relatif berjalan seperti biasa, kami tidak merasa terbebani dan memang saat itu sekolah, guru-guru kami tercinta juga nggak ‘nakut-nakutin’ kami. Para beliau lebih kepada mengawasi kami dan memastikan bahwa kami memang belajar. Nggak pernah kami ‘ditakut-takutin’ masalah ketidaklulusan. Alhasil,…alhamdulillah puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kami baik-baik saja (kayak lagu aja yach…). Meski kami sekolah di sebuah sekolah swasta dan di desa, bukan alasan buat kami untuk minder. Sampai sekarang pun saya tidak pernah merasa minder dan terbebani waktu dulu harus menghadapi UN,UNAS, atau EBTANAS.
Mengikuti berita-berita tentang UN (Ujian Nasib-nasiban, kata salah satu senior saya, hihihihi..), terus terang saya campur aduk mikirnya. Dari sisi para siswa, sepertinya memang mereka berada pada posisi tertekan. Sampai-sampai ada yang pingsan saat mengerjakan. Ada pula yang histeris. Wach wachhhh…segitunya yach. Awal-awalnya sih saya berpikir cuma para siswa yang tertekan. Ternyata tidak. Para guru dan pihak sekolah ternyata ikut-ikutan tertekan!!!! Ah masak iya? Silahkan aja dicek sendiri.
Ternyata tidak sedikit dari para guru dan pihak sekolah secara umum yang juga tertekan, khawatir kalau-kalau anak didiknya banyak yang nggak lulus. Atau tingkat kelulusannya sangat minim. Kenapa bisa begitu ya? Paling tidak itu akan berimbas pada nama baik guru dan sekolah tersebut. Cap ‘jelek’, mau tidak mau bakal ada tertancap di sana jika angka kelulusan para siswanya jelek. Bener nggak? Imbasnya, sekolah itu nggak akan ‘laku’ lagi di mata masyarakat.
Bahkan bisa jadi bantuan- bantuan dari pihak dinas terkait semacam diknas dan pemkab setempat tidak akan lagi bisa diterima seperti biasa. Silahkan dech diteliti alasan-alasan kekhawatiran (ketakutan?) lainnya. Tentu banyak dari Anda yang jauh lebih tahu dari saya.
Trus, emang kenapa kalau sekolah atau pihak terkait merasa’tertekan’? Nah, ini dia yang sebenarnya lebih menarik buat saya. Orang yang tertekan cenderung akan melakukan tekanan lain pada orang lain sebagai pelampiasan. Bayangkan jika pihak sekolah yang tertekan, maka para siswanya lah yang bakal kena imbas ‘tekanan’ itu.
Beragam bentuknya tentu saja. Guru secara perseorangan (kalo tidak mau disebut sekolah secara umumnya) bisa jadi berpikir tidak jernih lagi supaya anak didiknya lulus. Caranya? Beragam caranya, tentu saja. Namun yang pasti itu bermuara pada; KETIDAKJUJURAN. Misal, nyontek. Anak-anak dibiarin aja nyontek. Pura-pura aja nggak tahu si pengawas. Ah masak ada? Hahahahaha..banyaakkkkkk. Apalagi caranya? Kasih aja jawabannya, beres. Trus apalagi?
Katakanlah siswa tidak nyontek dikelas, dan gurupun tidak memberi jawaban di kelas, tapi…..pernah kah Anda mendengar ada sekolah yang memang ‘membentuk’ tim khusus untuk mengubah beberapa jawaban di Lembar Jawaban siswanya sebelum diserahkan ke pihak di luar sekolah (dinas pendidikan umpamanya)? Biar saja Lembar Soal dan Jawaban itu sebelumnya ‘diJAGA KETAT’ di kantor polisi selama 24 jam, biar saja dijaga sama densus 88 dan tank anti peluru (hehehehhe…lebay dah). Ah masa ada? Hahahahaha…terlalu naif kalo saya bilang tidak ada dan Anda tidak percaya. Mohon maaf, saya tidak menyamaratakan semua, tentu saja itu kasuistis, meski kalo diteliti lebih lanjut bisa jadi jumlahnya tidak sedikit.
Jadi, apa poin saya dari ngoceh ngalor ngidul tadi? Ada beberapa hal yang saya garis bawahi;
1. Alangkah baiknya kalo para siswa tidak digiring pada kondisi takut, khawatir, tertekan, dsb. Jadikan belajar dan ujian sesuatu yang biasa-biasa aja dan menyenangkan. Dalam hidup pasti ditemui. Yang penting persiapan jauh-jauh hari sebelumnya.
2. Mari perbaiki ‘Mental’ kita semua. Tidak akan banyak berguna segala macam cara ‘menyelamatkan’ soal ujian, jika memang mental kita semua adalah mental nyontek, mental menghalalkan segala macam cara.
3. Bagi para pengambil kebijakan pendidikan, saya lebih percaya materi Life Skill aplikatif lebih bermanfaat daripada hanya ilmu teori formal. Dalam dunia kerja, sangat sering kita tidak bekerja sesuai dengan bidang formal kita.
Tentu saja para Brader ‘n Sista mempunyai poin-poin lain yang lebih tajam dan tidak sempat terpikir oleh saya. Silahkan berbagi demi masa depan Negeri kita tercinta. Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan. Masih banyak yang harus saya pribadi pelajari dari para Brader ‘n Sista.
Anyhow…Good Luck, adik-adik siswa/pelajar. Tetap semangat yach belajarnya. Semoga sukses…amiinnn
Popularity: 12% [?]
0 komentar:
Posting Komentar